HAK-HAK TERSEBUT ADALAH
Sesungguhnya
upaya seseorang untuk mengetahui kewajiban dan hak-haknya, mengetahui
kewajiban-kewajibannya terhadap Allah dan hamba-Nya termasuk hal yang
sangat penting dan merupakan kewajiban yang sangat besar.
Ada
sepuluh hak yang harus diperhatikan dan dijalankan oleh setiap muslim,
yaitu: hak Allah Ta’ala, hak Rasulullah SAW, hak kedua orang tua, hak
anak-anak, hak sanak saudara, hak suami istri, hak pemimpin dan
rakyatnya, hak tetangga, hak kaum muslimin secara umum, hak non muslim,
sebagaimana semuanya dijelaskan di bawah ini.
Hak yang paling penting adalah hak Allah ta’ala dengan mencintai-Nya, takut, berharap dan ta’at
kepada-Nya, menjalankan perintah-Nya, menjauh-kan larangan-Nya,
mencintai orang-orang yang ta’at kepada-Nya dan membenci orang-orang
yang berbuat maksiat kepada-Nya.
Setelah
itu hak Rasulullah SAW dengan men-cintai-Nya, menuruti perintah-Nya dan
menjauhi larangannya, membela sunnah-sunnahnya dan menjadikannya
sebagai panutan dan memperbanyak shalawat terhadapnya.
Kemudian
hak sanak saudara dengan berbuat baik kepada mereka serta tidak
memutuskan hubungan (silaturrahim). Yang paling utama adalah kedua orang
tua dimana kita harus berbuat baik dan berbakti kepadanya, mentaati
perintahnya serta menjauhi larangannya selama mereka tidak memerintahkan
kepada maksiat terhadap Allah, mendoakan mereka semasa hidupnya dan
setelah kematiannya. Sementara hak anak adalah dengan mendidiknya dengan pendidikan
dan pengajaran serta adab yang baik. Kemudian hak-hak yang timbal balik
antara suami istri dengan pergaulan yang baik serta saling tolong
menolong dalam kebaikan dan takwa.
Hak tetangga dapat terwujud dengan berbuat baik kepada mereka dengan ucapan dan perbuatan serta menghindari perbuatan yang
dapat menyakitinya baik dengan perkataan maupun perbuatan. Adapun
hak-hak seorang mu’min secara umum adalah : Menyebarkan salam,
mengunjungi orang sakit, mendoakan orang yang batuk, memenuhi undangan,
menasihatinya, menunaikan sumpah, menolong orang yang dizalimi,
mengantar-kan jenazah, mencintainya sebagaimana dia mencintai dirinya
sendiri, membenci apa yang dibencinya sebagaimana dirinya membencinya,
memerintahkan kepada yang ma’ruf serta men-cegah perbuatan munkar.
HAK-HAK YANG SESUAI FITRAH DAN DIPERINTAHKAN ISLAM
Merupakan
kebaikan dari syariat Islam adalah diperhatikannya keadilan dan
diberinya hak terhadap setiap sesuatu yang memiliki hak dengan tidak
berlebih-lebihan dan kekurangan. Allah telah memerintahkan agar bersikap
adil, ihsan (perbuatan baik)
dan memenuhi (kebutuhan) kaum kerabat. Karena keadilanlah, para rasul
diutus, kitab-kitab diturunkan dan semua perkara dunia dan akhirat
ditegakkan.
Keadilan
artinya memberikan hak terhadap segala sesuatu yang memiliki hak dan
menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal tersebut tidak akan
terlaksana dengan baik kecuali dengan mengetahui hak-haknya. Berdasarkan
hal tersebut kami akan uraikan sebuah penjelasan yang menerangkan
beberapa hal yang penting dari hak-hak tersebut agar seseorang dapat
menunaikannya sesuai pemahaman yang ada padanya dan sesuai dengan
kemampuannya. Kami ringkas hal tersebut dalam beberapa point berikut :
1. Hak Allah ta’ala.
2. Hak Rasulullah SAW
3. Hak kedua orang tua.
4. Hak Anak-anak.
5. Hak sanak saudara.
6. Hak suami istri.
7. Hak tetangga.
8. Hak pemimpin dan rakyat.
9. Hak kaum muslimin secara umum.
10. Hak orang-orang non muslim.
Itulah beberapa hak yang ingin kami bicarakan dalam uraian singkat berikut ini.
Hak Pertama: HAK ALLAH SWT
Ini
merupakan hak yang paling utama dan paling besar kewajibannya untuk
ditunaikan. Karena dia merupakan hak Allah ta’ala sang Pencipta Yang
Maha Agung dan Berkuasa, Yang Maha Mengatur atas semua perkara. Hak
Penguasa pemilik Kebenaran dan Penjelasan, Yang Maha Hidup dan Terjaga,
yang dengannya langit dan bumi ditegakkan, Dia menciptakan segala
sesuatu dan mengaturnya dengan penuh kecermatan. Hak Allah yang telah
menciptakanmu dari tidak ada dan tidak disebut sebelumnya. Hak Allah
yang telah merawatmu dengan segala ni’mat saat engkau berada di perut
ibumu dalam kegelapan, saat tidak ada seorangpun yang dapat menyampaikan
makanan dan semua kebutuhan untuk pertumbuhanmu. Dialah yang menyiapkan
engkau air susu ibu dan memberimu petunjuk, kemudian disediakannya
kedua orang tua yang memiliki kasih sayang kepadamu. Dia yang memberimu
berbagai ni’mat, akal dan pemahaman serta menyiapkan dirimu untuk
menerima ni’mat dan memanfaatkannya.
وَاللهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئاً
وَجَعَلَ لَكُمْ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُوْنَ
[سورة النحل : 78]
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur (An Nahl : 78)
Seandainya
karunia Allah dihentikan sekejap mata saja niscaya kamu akan binasa,
dan seandainya rahmat Allah diputus sesaat saja niscaya kamu tidak akan
hidup. Jika demikian halnya karunia Allah kepadamu maka hak-Nya
merupakan hak yang paling besar, karena ber-kaitan dengan hak yang
menciptakanmu dan memberimu persiapan dan pertolongan . Dia tidak
mengharapkan darimu rizki atau makanan
لاَ نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى [سورة طة : 132]
Kami tidak minta rezki darimu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa
(Thaha 132)
Yang
Dia minta dari kita hanyalah satu dan itupun kebaikannya akan kembali
kepada kita, Dia meminta kita untuk beribadah kepada-Nya semata dan
tidak menyekutukan-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ . مَا أُرِيْدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيْدُ أَنْ يُطْعِمُوْنَ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُوْ الْقُوَّةِ الْمَتِيْنَ [سورة الذاريات : 56-58 ]
Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku . Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan
Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya
Allah Dialah Maha Pemberi Rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat
Kokoh
(Adz-Dzariyaat : 56-58)
Dia
menginginkan agar kita menjadi hamba-Nya dengan semua makna yang
terkandung dalam kalimat penghambaan, sebagaimana Dia adalah Tuhan kita
dengan semua makna yang terkandung
dalam kalimat ketuhanan. Seorang hamba yang tunduk kepada-Nya,
mengerjakan segala perintah-Nya dan menghindari setiap larangan-Nya,
membenarkan seluruh berita-Nya, karena semua ni’mat-Nya meliputi seluruh
diri anda, tidakkah kita malu untuk membalas segala ni’mat tersebut
dengan kekufuran ?.
Seandainya anda berhutang budi kepada seseorang, niscaya anda enggan
untuk melakukan perbuatan sewenang-wenang terhadapnya atau jelas-jelas
menentangnya, maka bagaimana halnya dengan Rabb-mu yang segala
karunia-Nya untukmu, Dialah yang dengan kasih sayangnya menghidarkan
anda dari berbagai keburukan.
Sesungguhnya
hak yang telah Allah wajibkan untuk diri-Nya ini sangatlah mudah bagi
siapa yang Dia berikan kemudahan. Hal itu karena Dia tidak mendatangkan
kesulitan dan kesusahan. Allah ta’ala berfirman :
وَجَاهِدُوا
فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي
الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَهِيْمَ هُوَ سَمَّاكُمْ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ شَهِيْداً
عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيْمُوا
الصَّلَوةَ وَءَاتُوا الزَّكَوةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَكُمْ
فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرِ
[سورة الحج : 78]
Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. Dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
kamu sekalian dan kamu sekalian menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baiknya Pelindung dan
sebaik-baik Penolong (Al Haj : 78)
Hal
tersebut merupakan aqidah yang agung, keimanan terhadap kebenaran serta
amal shaleh yang mendatangkan hasil, aqidah yang batangnya adalah cinta
dan pengagungan sedang buahnya adalah keikhlasan dan kesabaran.
Shalat lima waktu sehari semalam, dengannya Allah menghapuskan segala kesalahan dan mengangkat derajat serta memperbaiki hati dan keadaan. Seorang hamba dapat melakukannya sesuai dengan kemampuannya.
فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [سورة التغابن : 16]
Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian (At Thaghabun 16)
Rasulullah SAW bersabda kepada Umron bin Hushain saat dia sakit.
صَلِّ قَائِماً فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِداً فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ [ رواه البخاري وغيره ]
Shalatlah kamu dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah, jika tidak mampu, berbaringlah (Riwayat Bukhori dan lainnya)
Kemudian
zakat, merupakan sejumlah uang yang tidak seberapa dari harta anda
untuk dibagikan kepada kaum muslimin yang membutuhkan, fakir miskin, Ibnu sabil,
orang-orang yang terlilit hutang dan lain-lainnya yang termasuk
golongan penerima zakat. Zakat bermanfaat bagi orang miskin dan tidak
merugikan orang kaya.
Kemudian puasa pada bulan Ramadhan sekali dalam setahun :
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
[ البقرة : 185 ]
Dan
siapa yang sakit atau bepergian (lalu berbuka karenanya), maka
(wajiblah dia bepuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain (Al Baqarah 185)
Lalu pergi haji ke Baitullah sekali dalam seumur hidup bagi yang mampu.
Demikianlah pokok-pokok ibadah dalam ajaran Allah ta’ala. Adapun yang selainnya diwajibkan berdasarkan tuntutan yang ada seperti jihad fi sabilillah atau karena adanya sebab yang mewajibkan perbuatan tersebut seperti menolong orang yang dizalimi.
Perhatikanlah -wahai saudaraku-
hak Allah yang mudah dilaksanakan dan mendatangkan banyak pahala. Jika
anda melaksanakannya niscaya anda akan menjadi orang yang berbahagia di
dunia dan di akhirat, anda akan selamat dari api neraka dan akan masuk
syurga.
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَعَ الْغُرُوْرِ [ آل عمران : 185 ]
Barang
siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga maka sungguh
ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memper-dayakan (Ali Imran: 185)
Hak Kedua: HAK Rasulullah SAW
1
|
إِنَّا أَرْسَلْنَكَ شَـهِدًا وَمُبَشِّراً وَنَذِيْرًا . لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَتُعَزِّرُوْهُ وَتُوَقِّرُوْهُ [سور الفتح : 8-9]
Sesungguhnya
kami telah mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi
peringatan. Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya
(Al Fath 8-9)
Oleh
karena itu wajib mendahulukan cinta terhadap Nabi SAW dari kecintaan
terhadap semua manusia bahkan termasuk kecintaan terhadap diri sendiri,
anak dan orang tua. Rasulullah SAW bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ [رواه البخاري ومسلم ]
Tidak beriman salah seorang diantara kamu sebelum aku dicintainya melebihi cintanya kepada anaknya, orang tuanya dan semua manusia (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Diantara
hak-hak Rasulullah SAW adalah, memuliakan dan menghormatinya serta
mengagungkannya dengan pengagungan yang sesuai dengannya tanpa
berlebih-lebihan dan kekurangan. Penghormatan
terhadapnya semasa hidupnya adalah dengan menghormati sunnah-sunnahnya
dan pribadinya yang mulia, sedangkan penghormatannya setelah kematiannya
adalah penghormatan terhadap sunnah-sunnahnya dan ajaran-ajarannya yang lurus. Siapa yang mengamati bagaimana para shahabat menghormati Rasulullah SAW
akan dapat mengetahui bagaimana mereka mempraktekkan kewajiban mereka
terhadap Rasulullah SAW. Adalah Urwah bin Mas’ud kepala bangsa Quraisy ketika dia diutus oleh mereka untuk berunding dengan Nabi SAW pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, dia berkata :
“Saya telah mendatangi raja-raja Kisra, Qaishar dan Najasyi, tetapi tidak ada seorangpun diantara mereka yang dihormati pengikut-pengikutnya sebagaimana para shahabat Muhammad memuliakannya.
Jika dia (Muhammad) memerintahkan, mereka (para shahabatnya) segera
melaksanakannya dan jika dia berwudu, mereka berebut untuk mendapatkan
bekas wudhunya, dan jika dia berbicara mereka semua terdiam dan tidak
ada diantara mereka yang berani menatap pandangannya karena
penghormatannya“.
Begitulah mereka para shahabat radiallahuanhum
menghormatinya karena Allah telah mengkaruniakannya akhlak mulia,
kepribadian yang menarik serta sikap yang santun, seandainya dia
berwatak keras niscaya mereka akan lari menjauh darinya.
Termasuk
hak-hak Rasulullah SAW adalah membenarkan apa yang diberitakannya dari
perkara-perkara yang telah lalu dan yang akan datang, melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhkan segala larangan dan ancamannya dan
beriman bahwa petunjuk dan ajarannya adalah yang
paling sempurna dari semua petunjuk dan ajaran yang ada, tidak boleh
ada ajaran atau aturan yang dihahulukan dari ajaran dan aturannya
darimanapun sumbernya.
فَلاَ
وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا
[ سورة النساء : 65 ]
Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (An Nisa 65)
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْـمٌ [آل عمران :
31]
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (Ali Imron : 31)
Termasuk
hak-hak Rasulullah SAW adalah membela ajaran dan petunjuknya sesuai
kemampuannya dan tuntutan yang ada, baik dengan kekuatan ataupun dengan
senjata. Jika musuh menyerangnya dengan argumen-argumen dan syubhat-syubhat maka dibelanya dengan ilmu dengan meruntuhkan argumen dan syubhat mereka serta menjelaskan kebatilannya, jika mereka menyerang dengan senjata atau meriam maka pembelaannya juga dengan hal serupa.
Bagi
seorang mu’min tidak mungkin dapat menerima jika ada orang yang
menyerang ajaran Rasulullah SAW atau pribadinya yang mulia sementara dia
berdiam diri saja padahal dia mampu untuk melawannya.
Hak Ketiga: HAK KEDUA ORANG TUA
Tidak
ada seorangpun yang mengingkari keutamaan orang tua atas anak-anaknya.
Kedua orang tua merupakan sebab adanya anak dan bagi mereka atas
anak-anaknya terdapat hak yang besar. Mereka mendidiknya sejak kecil,
menanggung keletihan demi kebahagiaannya, bergadang demi tidurnya yang
nyenyak. Ibumu mengandungmu dalam perutnya dan kamu hidup didalamnya
mengkonsumsi makanan yang dikonsumsinya dan bergantung pada kesehatannya
selama sembilan bulan pada umumnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh
Allah ta’ala dalam firmannya :
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ [سورة لقمان : 14]
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. (Luqman 14)
Kemudian
setelah itu dia mengasuhnya dan menyusuinya selama dua tahun dengan
segala keletihan dan susah payah. Begitu pula halnya dengan sang bapak
yang bekerja demi kehidupanmu dan pertumbuhanmu sejak kecil hingga
remaja, dia berusaha mendidikmu dan mengarahkanmu pada saat engkau belum
dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu Allah ta’ala memerintahkan
kepada setiap anak untuk berbuat baik terhadap orang tua, sebagai
balasan atas kebaikannya dan tanda terima kasih terhadapnya
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ
عِنْدَكَ الْكِبَرُ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا. وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيْرًا
[سورة الإسراء : 23-24 ]
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan: “ah”
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkan-lah kepada mereka
perkataan yang mulia . Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagai-mana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil (Al Isra 23-24)
Hak
kedua orang tua atas anaknya adalah berbakti kepadanya, yaitu dengan
cara berbuat baik kepadanya baik dengan ucapan dan perbuatan, harta dan
jiwa. Memenuhi segala perintahnya yang bukan maksiat kepada Allah serta
tidak menimbulkan bahaya kepada anda, berbicara kepadanya dengan lemah lembut dan wajah berseri-seri serta melayaninya sesuai dengan kebutuhannya. Jangan bersikap kasar kepada keduanya disaat mereka sudah berusia lanjut, sakit-sakitan dan
lemah, jangan memberatkan mereka karena sesungguhnya anda nanti akan
memiliki kedudukan seperti mereka, menjadi seorang bapak sebagaimana
orang tua mereka dahulu, anda juga akan menjadi orang tua jika berumur
panjang sebagaimana orang tua anda dan anda akan membutuhkan bakti
anak-anak anda sebagaimana orang tua anda membutuhkan bakti anda
sekarang. Jika anda sekarang telah berbakti kepada keduanya maka
berbahagialah anda dengan pahala yang besar dan balasan yang setimpal,
siapa yang berbakti kepada orang tuanya maka anak-anaknya akan berbakti
kepadanya, dan siapa yang durhaka kepada orang tuanya maka anak-anaknya
akan durhaka kepadanya. Karena balasan seseorang itu tergantung pada
perbuatan yang telah dilakukannya. Bagaimana kamu berbuat begitulah kamu
akan dibalas.
Allah ta’ala menempatkan hak kedua orang tua pada derajat yang tinggi, karena Dia menempatkannya setelah hak-Nya yang juga terkandung hak Rasulullah SAW. Allah ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
[ سورة النساء 36 ]
Dan
beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya
sedikitpun, dan terhadap kedua orang tua, hendaklah kalian berbuat baik (An Nisa 36)
أَنِ اشْكٌرْليِ وَلِوَالِدَيْكَ [ سورة لقمان : 14 ]
Dan bersyukurlah engkau kepada-Ku dan kepada orang tuamu (Luqman 14)
Bahkan Rasulullah SAW mendahulukan berbakti kepada orang tua atas jihad fisabilillah sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu dia berkata : Aku berkata :
Ya Rasulullah perbuatan apa yang lebih di-sukai Allah ?, beliau bersabda : “Shalat tepat pada waktunya”, “Kemudian apa lagi ?”, beliau bersabda: “Berbakti kepada orang tua”, “Kemudian apa lagi”, beliau bersabda: “Jihad di jalan Allah”. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hal
ini menunjukkan pentingnya hak kedua orang tua yang banyak diabaikan
oleh manusia dengan berbuat durhaka dan memutuskan silaturrahmi
kepadanya. Sehingga ada seseorang yang tidak mengakui adanya hak pada
orang tuanya dengan merendahkannya dan berbuat kasar serta angkuh
dihadapannya. Orang seperti itu akan mendapatkan balasannya cepat atau
lambat.
Hak Keempat: HAK ANAK-ANAK
Yang dimaksud anak adalah mencakup anak laki-laki dan wanita. Anak-anak memiliki hak yang banyak, yang terpenting adalah tarbiyah (pendidikan), yaitu menumbuhkan din (agama) dan akhlak dalam diri mereka sehingga mereka memiliki (pendidikan) agama serta akhlak yang baik. Allah ta’ala berfirman :
ياَ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ [ سورة التحريم : 6 ]
Wahai manusia, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. Bahkan bakarnya dari manusia dan batu (At Tahrim :6)
Rasulullah SAW bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ [ رواه البخاري ومسلم ]
Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya, seorang laki-laki adalah
ا
|
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Anak-anak
adalah amanah di pundak kedua orang tuanya dan mereka berdua akan
diminta pertanggunjawabannya pada hari kiamat akan anak-anak mereka.
Dengan memberinya pendi-dikan Islam dan akhlak mulia membuat kedua orang
tuanya terbebas dari tanggung jawab ter-sebut dan anak-anaknya menjadi
keturunan yang shaleh sehingga mereka menjadi buah hati kedua orang
tuanya di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman :
ا
|
Dan
orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka
dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami
tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia
terikat dengan apa yang dia kerjakan
(At Thur : 21)
Rasulullah SAW bersabda :
إِذَا
مَاتَ الْعَبْدُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُوْ لَهُ [رواه مسلم]
Jika
seorang anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali yang
tiga : Shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak
shaleh yang mendoakannya (Riwayat Muslim)
Ini
adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika dia dididik
dengan cara yang benar, dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya
bahkan hingga setelah kematiannya.
Sebagian orang tua ada yang menganggap remeh hak ini, mereka
melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan tidak ada tanggung
jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya, tidak ditanyakan kemana mereka
pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka tidak
diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk. Yang
mengherankan adalah bahwa sebagian diantara mereka bersusah payah
menjaga harta bendanya dan mengembangkannya, mengusahakannya hingga
larut malam padahal maslahat dari upaya tersebut pada umumnya untuk
orang lain. Sementara untuk anak-anaknya tidak mereka perhatikan sama
sekali, padahal memperhatikan mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di
dunia dan akhirat.
Kedua
orang tuanya juga berwajiban atas sandang pangannya, seperti makanan
dan minuman serta pakaian, mereka juga wajib memperhatikan kebutuhan
hatinya berupa ilmu dan iman dan mengenakan untuknya pakaian takwa, itulah yang terbaik.
Termasuk
hak anak-anak adalah membiayai mereka untuk hal-hal yang baik tanpa
berlebih-lebihan dan kekurangan karena itu termasuk kewajiban mereka
terhadap anak-anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah ta’ala atas
apa yang mereka terima berupa harta. Seharusnya mereka tidak menahan
hartanya dan bakhil memberikannya kepada anak-anaknya, padahal
anak-anaknya tetap akan mengambilnya setelah kematiannya ?. Bahkan
seandainya ada kepala keluarga yang bakhil
mengeluarkan harta yang merupakan kewajibannya maka mereka boleh
mengambil hartanya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang
difatwakan oleh Rasulullah SAW kepada Hindun binti Utbah.
Termasuk
hak anak-anak adalah tidak membedakan diantara mereka satu sama lain
dalam pemberian, tidak boleh sebagian anaknya diberi sesuatu sementara
yang lainnya diabaikan, hal tersebut merupakan kezaliman dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang zalim, karena itu
akan mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan terjadi
permusuhan diantara yang diberi dan yang diabaikan bahkan bisa jadi
permusuhan akan terjadi antara mereka yang tidak diberi dengan orang
tuanya. Sebagian orang lagi mengistimewakan sebagian anaknya dibanding
yang lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang dari orang tuanya, maka
orang tuanya mengkhususkannya dalam hal pemberian dengan alasan bahwa
anak-nya tersebut berbakti kepadanya melebihi yang lainnya. Hal tersebut
tidak dapat dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan terhadap
mereka. Baktinya anak melebihi
yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu sebagai imbalan atas baktinya
tersebut karena balasan dari baktinya tersebut (adalah pahala) dari
Allah ta’ala, disamping itu mengistimewakannya akan membuatnya takabbur
dan menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh
dan semakin durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada
perubahan keadaan, anak yang tadinya berbakti ber-balik menjadi anak
durhaka sementara yang durhaka menjadi anak yang berbakti, karena hati
seseorang ditangan Allah, Dia membolak-balik-kannya kapan saja
sesukanya.
Dalam Ash-Shahihain;
shahih Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir, (diriwayatkan bahwa)
bapaknya memberinya seorang budak, lalu dia memberitahukann hal tersebut
kepada Nabi, maka bersabdalah Rasulullah SAW:
“Apakah semua anakmu engkau beri seperti ini?”, dia menjawab : “Tidak”, beliau bersabda: “kembalikan”,
dalam riwayat lain beliau bersabda :
“Bertakwalah engkau dan berlaku adillah diantara anak-anakmu”.
Pada redaksi yang lain (beliau bersabda) :
Persaksikanlah kepada saya selain ini, karena sesungguhnya saya tidak mempersaksikan sesuatu yang aniaya.
Rasulullah
SAW menamakan sikap yang melebihkan antara anak sebagai sesuatu yang
aniaya, sedangkan perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya.
Akan
tetapi dapat saja orang tua memberi sebagian anaknya karena
kebutuhannya dan sebagian lainnya tidak diberi karena tidak adanya
kebutuhan padanya. Seperti ada diantara mereka yang
membutuhkan alat-alat tulis, atau biaya pengobatan atau pernikahan,
maka tidaklah mengapa mengkhususkan apa yang mereka perlukan, karena
pengkhususan tersebut karena adanya kebutuhan seperti nafkah.
Dan
ketika orang tua menunaikan kewajibannya terhadap anaknya berupa
tarbiyah (pendidikan) dan nafkah, maka besar harapan baginya mendapatkan
perlakuan yang baik dari anaknya dengan baktinya dan pemenuhan
hak-haknya. Sementara ketika orang tua mengabaikan kewajibannya maka
sangat mungkin mengakibatkan anak-anaknya tidak megakui hak-haknya dan
mendapatkan perlakuan yang setimpal, siapa yang menabur angin dialah
yang menuai badai.
Hak Kelima: HAK SANAK SAUDARA
Sanak
saudara yang memiliki ikatan secara langsung kepada anda seperti
saudara kandung, paman dari bapak dan ibu dan anak-anak mereka dan semua
yang memiliki kaitan dengan anda mereka memiliki hak karena adanya
hubungan kekerabatan, Allah ta’ala berfirman :
وَءَاتِ ذَا اْلقُرْبَى حَقَّهُ [سورة الإسراء : 26]
Dan berilah kepada kaum kerabat hak-haknya (Surat Al Isra 26)
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى (سورة النساء : 36)
Dan
beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mensekutukan-Nya
dengan sesuatupun, dan kepada kedua orang tua berbuat baiklah dan (juga) kepada kaum kerabat (An Nisa 36)
Wajib
bagi seseorang untuk menyambung silaturrahmi dengan sanak saudaranya
dengan cara yang ma’ruf dengan memberikan manfaat kedudukannya, jiwanya
dan hartanya sesuai dengan kuatnya hubungan kekerabatan dan tuntutan
yang ada. Inilah yang dituntut oleh syariat, akal dan fitrah.
Banyak
dalil yang menganjurkan silaturrahmi terhadap sanak saudara dan janji
yang menggembirakan atas perbuatan tersebut. Dalam Ash-Shahihain dari
Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya
Allah menciptakan makhluk, setelah selesai berdiri tegaklah rahim
seraya berkata : “Ini adalah tempat orang yang berlindung kepada-Mu
untuk tidak memutuskan silaturrahim”, Allah berfirman : “Ya, tidakkah
engkau ridho Aku menyambungkan orang yang menyambungkanmu (silaturrahmi)
dan memutuskan orang yang memutuskanmu”, dia berkata “Ya”, Dia
berfirman: “ Itu adalah untukmu”. Kemudian bersabdalah Rasulullah SAW,
bacalah jika kalian suka :
فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ
وَتَقَطَّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللهُ
فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَرَهُمْ [ سورة محمد : 22-23]
Maka
apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang
yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka.
(Muhammad 22-23)
Rasulullah bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menyambung silaturrahim
Banyak
orang yang mengabaikan hak ini. Ada diantara mereka yang tidak mengenal
sanak saudaranya. Sekian hari dan sekian bulan berlalu, mereka tidak
melihatnya, tidak juga menziarahinya dan tidak menumbuhkan kecintaan
dengan pemberian hadiah, tidak juga menolak bencana dengan membantu
meringankan kesulitan mereka, bahkan justru ada yang berlaku buruk
terhadap sanak saudaranya baik dengan perkataan maupun perbuatan atau
dengan kedua-duanya, dia menyambung hubungan dengan yang jauh (bukan
sanak saudara) dan memutuskan yang dekat (sanak saudaranya).
Sebagian
orang ada yang menyambangi sanak saudaranya jika dia disambangi dan
memutuskannya jika diputuskan, hal ini pada hakikatnya bukanlah orang
yang menyambung silaturrahim akan tetapi tak lebih orang yang membalas
kebaikan dengan kebaikan, dan hal tersebut dapat terjadi terhadap sanak
saudara ataupun bukan karena hal tersebut bukan merupakan kekhususan
sanak saudara. Orang yang sebenarnya menyambung silaturrahim adalah
mereka yang menyambung hubungan karena Allah ta’ala dan tidak peduli
apakah mereka menerimanya atau memutuskannya, sebagaimana terdapat dalam
hadits Bukhori dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئ، وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Bukanlah
dinamakan orang yang menyam-bung silaturrahim orang yang membalas
kebaikan dengan kebaikan, akan tetapi orang yang apabila diputuskan
hubungan silaturrahimnya dia menyambungnya
Dan seseorang ada yang bertanya kepadanya :
Yaa
Rasulullah sesungguhnya saya punya seorang kerabat yang saya selalu
menyambanginya tetapi dia memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat
baik terhadapnya tapi dia berbuat buruk terhadapnya, saya selalu sopan
terhadap mereka tapi mereka
berlaku kasar kepada saya”, maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Seandainya
kamu seperti apa yang kamu katakan maka seakan-akan kamu sedang
menyuapkan debu (ke mulutnya) dan kamu akan selalu mendapat pertolongan
Allah atas mereka selama hal tersebut terus terjadi”
Riwayat Muslim.
Selain
bahwa silaturrahim menjadikan seseorang dekat kepada Allah ta’ala
sehingga Dia melimpahkan rahmat-Nya kepadanya di dunia dan akhirat,
memudahkan segala urusannya dan dilepaskannya dari segala kesulitan,
silaturrahim juga menjadikan keluarga dekat satu sama lain, saling
mengasihi dan mencintai diantara mereka, tolong menolong diantara mereka
baik saat sulit maupun saat bahagia, semua itu dapat diraih berkat
silaturrahim dan dapat diketahui berdasarkan pengalaman yang ada. Dan
sebaliknya akan terjadi, jika hubungan silaturrahim diputuskan atau
jauh.
Hak Keenam: HAK SUAMI ISTRI
Pernikahan
memiliki dampak dan konsekwensi yang sangat besar. Dia merupakan ikatan
antara suami istri yang menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak
pasangannya, baik hak fisik, hak sosial dan hak harta.
Maka wajib bagi pasangan suami istri untuk memperlakukan pasangannya dengan baik (ma’ruf)
dan memenuhi haknya yang merupakan kewajibannya dengan penuh keikhlasan
dan kemudahan tidak dengan perasaan berat dan ditunda-tunda. Allah
ta’ala berfirman :
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ [ سورة النساء : 19 ]
Dan pergaulah mereka (istri-istri) dengan cara yang ma’ruf (An Nisa : 19)
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
[ سورة البقرة : 228 ]
Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya (Al Baqarah : 228)
Bagi
seorang istri wajib baginya untuk memenuhi segala hak suaminya yang
merupakan kewajiban bagi dirinya. Jika setiap pasangan suami istri
melakukan segala kewajibannya masing-masing maka kehidupan mereka akan
bahagia dan keluarganya akan
tetap harmonis dan jika yang terjadi sebaliknya maka akan timbul
berbagai macam pertikaian dan kehidupan mereka menjadi tidak harmonis.
Banyak
nash-nash yang menganjurkan kita untuk berbuat baik terhadap wanita dan
memperhatikan keadaannya. Mengharapkan kesempurnaan tanpa cacat dalam
dirinya adalah sebuah kemustahilan, Rasulullah SAW bersabda :
اِسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ خَيْراً فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ
أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمَهُ
كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ [ رواه البخاري ومسلم ]
Perlakukanlah
wanita dengan baik, karena wanita terbuat dari tulang iga, dan bagian
yang paling bengkok dari tulang iga adalah sebelah atas, jika engkau
luruskan maka akan membuatnya patah dan jika kamu biarkan maka dia akan
tetap bengkok, maka berlaku baiklah terhadap wanita “
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat juga dikatakan bahwa wanita terbuat dari tulang iga
dan dia tidak akan lurus dengan sebuah cara, jika kamu ingin
bersenang-senang dengannya, kamu dapat melakukannya tapi dalam dirinya
tetap saja ada yang bengkok (kekurangan) jika kamu memaksanya untuk
meluruskannya niscaya dia akan patah, dan yang dimaksud patah disini
artinya menthalaqnya (Riwayat Muslim).
Rasulullah SAW bersabda :
لاَ يَفْرُكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا خُلُقًا آخَرَ [رواه مسلم]
Janganlah
seorang mu’min membenci seorang mu’minah (istrinya), jika ada sesuatu
yang tidak disukainya pada dirinya bisa jadi masih banyak hal lainnya
yang disukainya (Riwayat Muslim)
Dalam
hadits ini terdapat petunjuk dari Rasulullah SAW kepada umatnya
bagaimana mereka seharusnya memperlakukan seorang wanita. Seyogyanya
setiap kekurangan diterima dengan lapang dada karena hal tersebut akan
selalu, maka tidak mungkin seorang suami dapat berbahagia dengan
istrinya kecuali dia bersedia menerima apa yang ada padanya. Dalam
hadits diatas terdapat pelajaran bahwa seyogyanya seorang suami
membandingkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada istrinya, jika ada
yang tidak dia suka pada dirinya maka bandingkanlah dengan sisi lainnya yang dia suka dan janganlah dia melihat istrinya selalu dengan pandangan benci dan keengganan semata.
Banyak
kalangan suami istri yang menginginkan kesempurnaan dari pasangan
mereka, ini adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena itu banyak
diantara mereka yang cekcok dan
tidak mendapatkan keharmonisan dan kesenangan dalam rumah tangga mereka
dan kemungkinan akan bermuara pada perceraian, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
Jika kamu paksakan meluruskannya maka akan membuatnya patah, dan yang dimaksud patah adalah menceraikannya
Maka
hendaknya setiap suami memberikan kelonggaran dan kemudahan terhadap
apa yang dilakukan istri sepanjang tidak merusak agamanya dan
kemuliaannya.
Hak-Hak Istri Atas Suaminya
Termasuk
hak istri atas suaminya adalah menunaikan kewajiban nafkah atasnya,
berupa sandang, pangan dan papan berdasarkan firman Allah ta’ala :
وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
[سورة البقرة :232]
Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (Al Baqarah 233)
Rasulullah SAW bersabda :
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
[رواه الترمذي وصححه]
Dan bagi kewajiban kalian atas mereka (para istri) adalah memberi nafkah untuk mereka dan pakaian dengan ma’ruf
(Riwayat Turmuzi dan dia menshahihkannya).
Dalam satu riwayat Rasulullah SAW ditanya tentang hak istri, beliau bersabda :
Kamu
memberinya makan apa yang kamu makan, kamu memberinya pakaian apa yang
kamu kenakan, jangan memukul wajah dan jangan mencacinya dan jangan
mengasingkannya kecuali didalam rumah
(Hadits Hasan riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Termasuk
hak istri adalah berlaku adil diantara mereka jika memiliki istri lebih
dari satu, baik dalam sandang, pangan dan papan dan segala sesuatu yang
dituntut baginya untuk berlaku adil. Jika hanya memperhatikan
sebagiannya maka hal tersebut merupakan dosa besar, Rasulullah SAW
bersabda :
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ [ رواه أحمد وأهل السنن بسند صحيح ]
Siapa
yang memiliki dua istri kemudian hanya memperhatikan salah seorang
diantara mereka, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan
miring
(Riwayat Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih)
Adapun
dalam masalah yang anda tidak mungkin untuk berlaku adil seperti rasa
cinta dan kelapangan dada, hal tersebut bukanlah merupakan dosa karena
hal tersebut diluar kemampuannya.. Allah swt berfirman :
وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
[ سورة النساء : 129]
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian
(An Nisa: 129)
Rasulullah SAW telah berlaku adil terhadap para istrinya lalu bersabda :
اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيْمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِي فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمَلكُ [رواه أهل السنن الأربعة]
Ya Alloh Inilah pembagian yang dapat aku lakukan dan jangan Engkau cela aku yang ada Engkau miliki apa yang tidak aku miliki (Riwayat pengarang kitab sunan yang empat)
Akan
tetapi jika ada seorang suami menggunakan jatah salah seorang istrinya
untuk menginap lalu digunakan untuk istrinya yang lain tidaklah mengapa
jika istri yang pertama merelakannya sebagaimana yang dilakukan
Rasulullah SAW yaitu ketika dia menggunakan jatah istrinya Saudah untuk
Aisyah karena Saudah memberikannya untuk Aisyah (Hadits Aisyah muttafaq alaih). Dan ketika Rasulullah SAW sakit pada akhir-akhir kehidupannya dia selalu bertanya-tanya :
Dimana
(giliran) saya besok, dimana (giliran) saya besok, maka para istrinya
mengizin-kannya untuk tinggal dimana saja dia suka, dan dia memilih
untuk tinggal di Rumah Aisyah sampai meninggal
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hak Suami Atas Istrinya
Adapun hak suami atas istrinya adalah lebih besar dari haknya atas suaminya. Firman Allah ta’ala :
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ َلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
[ سورة البقرة 228 ]
Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya (Al Baqarah: 228)
Seorang suami merupakan Qawwam (pemimpin) atas istrinya, penanggung jawab dalam kemaslahatannya, pengajarannya, pengarahannya, sebagaimna firman Allah ta’ala :
الرِّجَالُ قَوَّمُوْنَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْصٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ اَمْوَالِهِمْ [سورة النساء 34]
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka (An-Nisa 34)
Termasuk
hak-hak suami atas istrinya adalah mentaatinya dalam perkara yang bukan
maksiat kepada Allah serta menjaga rahasianya dan hartanya, Rasulullah
SAW bersabda :
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَِحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا [رواه التذمذي وقال حديث حسن]
Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang niscaya aku akan memerintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata bahwa haditsnya hasan)
Rasulullah SAW juga bersabda :
“
Jika seorang suami mengajak istrinya ke pembaringannya kemudian dia
menolak untuk memenuhinya sehingga pada malam tersebut suaminya marah
kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya hingga Shubuh “
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Termasuk hak
suami atas istrinya adalah tidak melakukan perbuatan yang dapat
mengurangi kesempatan bagi suaminya untuk bersenag-senang terhadapnya
walaupun hal tersebut berupa perbuatan sunnah dalam ibadah, berdasarkan
hadits Rasulullah SAW:
لاَ
يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
وَلاَ تَأْذَنْ لأَِحَدٍ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ [رواه البخاري]
Tidak
diperbolehkan bagi seorang istri untuk berpuasa (sunnah) sementara
suaminya ada disisinya kecuali dengan izinnya dan tidak boleh seorang
istri mengizinkan seseorang (masuk) ke rumahnya kecuali dengan izinnya
(Riwayat Bukhori)
Rasulullah
SAW telah menjadikan keridhoan suami atas istrinya sebagai syarat bagi
istrinya untuk masuk syurga, At-Turmuzi meriwayatkan hadits Ummu Salamah
radiallahuanha bahwa Rasulullah SAWA bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ
[ رواه ابن ماجة والترمذي وقال حديث حسن غريب ]
Seorang istri yang meninggal sementara suaminya meridhoinya niscaya dia akan masuk syurga (Riwayat Ibnu Majah dan Turmuzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan gharib)
Hak Ketujuh: HAK PEMIMPIN DAN RAKYATNYA
Yang
dimaksud adalah pemimpin yang mengatur semua perkara kaum muslimin,
baik kepemimpinannya bersifat umum sebagaimana presiden dalam sebuah
negara atau bersifat khusus seperti dalam sebuah lembaga tertentu atau
dalam pekerjaan tertentu, setiap mereka memiliki hak yang wajib dipenuhi
oleh rakyatnya dan rakyatnya juga memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh
pemimpinnya.
Hak
rakyat yang merupakan kewajiban pemimpin adalah menunaikan amanah yang
Allah bebankan kepada mereka dan wajib memberikan pengarahan kepada
rakyatnya serta berjalan diatas peraturan-peraturan yang lurus yang menjamin
kemaslahatan dunia dan akhirat. Hal tersebut terwujud dengan cara
mengikuti jejak kaum muslimin dan jalan yang telah dilalui oleh
Rasulullah SAW karena sesungguhnya didalamnya terdapat kebahagiaan bagi
mereka dan rakyatnya dan siapa saja yang dibawah tanggung jawab mereka
dan inilah hal yang paling efektif untuk membuat rakyatnya ridha kepada
pemimpinnya, hubungan terjalin diantara mereka, rakyat akan tunduk
terhadap perintah mereka dan menjaga amanah yang dilimpahkan kepada
mereka. Sesungguhnya siapa yang bertakwa kepada Allah maka manusia akan
segan kepadanya dan siapa yang mengejar keridhoan Allah, maka cukuplah
Allah yang akan menjadikan manusia sebagai pendukungnya dan ridho
kepadanya karena hati manusia ada di tangan Allah, Dia yang merubahnya
sesukanya.
Adapun
hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah memberikan
nasihat atas kepemimpinan mereka atas berbagai urusan rakyatnya serta
memberikan peringatan jika mereka melakukan kelalaian dan mendoakan
mereka jika mereka mulai berpaling dari kebenaran. Melaksanakan segala
perintah mereka jika didalamnya tidak terdapat maksiat kepada Allah,
karena hal tersebut menjadikan segala urusan berjalan tertib dan
teratur. Sebaliknya jika tidak tunduk kepada setiap perintah mereka,
terjadilah kekacaun dan berbagai urusan menjadi tidak teratur . Karena
itu Allah ta’ala memerintahkan untuk ta’at kepada-Nya, ta’at kepada
Rasul-Nya dan kepada para pemimpin. Firmannya:
يَاأَيًّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنْكُمْ [سورة النساء : 59]
Wahai orang-orang yang beriman ta’atlah kalian kepada Allah dan ta’atlah kalian kepada Rasul dan pemimpin diantara kalian
(Surat An-Nisa :59).
Rasulullah SAW bersabda :
عَلَى
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ
إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ
سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
[متقف عليه]
Bagi
seorang muslim wajib mendengar dan ta’at (kepada para pemimpinnya),
baik hal itu dia sukai ataupun dia benci, kecuali jika dia diperintahkan
melakukan maksiat, jika (pemimpin) memerintahkan kepada kemaksiatan
maka tidak boleh didengar dan dita’ati (Muttafaq alaih)
Abdullah bin Umar berkata : Saat kami bersama Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, kami singgah pada sebuah tempat, maka seseorang penyeru Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam menyerukan “Asshalaatu Jaami’ah” (Mari shalat berjamaah), maka berkumpullah kami bersama Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam lalu dia bersabda :
Tidak
ada seorang nabipun yang diutus Allah ta’ala kecuali dia harus
mengarahkan ummatnya pada kebaikan yang dia ketahui kepada mereka
(umatnya), dan memperingat-kan mereka atas keburukan apa yang dia
ketahui, dan sesungguhnya ummat kalian kebaikannya telah diberikan
kepada generasi pertama, sedangkan generasi berikutnya akan ditimpa
ujian dan berbagai perkara yang mereka tolak, Akan datang fitnah
sehingga satu sama lain saling memperbudak, dan kemudian datang fitnah
hingga seorang mu’min akan berkata : “Inilah kehancuranku”, kemudian
datang lagi fitnah dan orang-orang akan berkata serupa. Maka siapa yang
ingin dihindarkan dari api neraka dan dimasukkan dalam syurga hendaklah
dia menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari
akhir dan hendaklah kamu melakukan sesuatu terhadap orang lain apa-apa
yang kamu suka seandainya hal tersebut dilakukan orang lain terhadap
kamu. Dan barang siapa yang berbai’at kepada seorang imam dengan
mengulurkan tangannya dan dengan sepenuh hati maka hendaklah dia
mentaatinya semampunya dan jika datang (pemimpin)
yang lainnya dan menentangnya maka tebaslah batang leher pemimpin yang
lain itu”. Seseorang bertanya kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seorang pemimpin
yang selalu menuntut kepada kami hak mereka dan menahan hak-hak kami,
apa yang engkau perintahkan, lalu beliau berpaling darinya, kemudian dia
bertanya hal itu lagi, maka bersabdalah Rasulullah shollallohu ‘alaihi
wa sallam : “Dengarkanlah (pemimpin itu) dan ta’atilah, karena bagi
mereka apa yang dibebankan untuk mereka dan bagi kalian apa yang
dibebankan untuk kalian (Riwayat Muslim)
Diantara
hak-hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah bantuan
rakyatnya dalam melaksanakan kewajiban mereka dalam bentuk realisasi
atas setiap tuntutan yang ditugaskan kepada mereka dan agar setiap warga
negara mengetahui perannya dan tanggung jawabnya dalam masyarakat
sehingga semua perkara berjalan tertib sesuai yang diharapkan, karena
seorang pemimpin jika tidak dibantu rakyatnya dalam memenuhi setiap
kewajiban mereka niscaya kepemimpinannya tidak akan sukses.
1
|
Tetangga adalah orang yang tinggal dekat rumah
anda, baginya terdapat hak yang banyak. Jika dia sanak saudara anda dan
muslim maka baginya ada tiga hak: Hak tetangga, hak kekerabatan dan hak
Islam, adapun jika dia termasuk sanak saudara tapi non muslim maka
baginya ada dua hak: hak tetangga dan hak kekerabatan sedangkan jika
bukan sanak saudara dan juga non muslim maka baginya satu hak: hak
tetangga (Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Bazzar
lewat sanadnya dari Hasan dari Jabir bin Abdullah, disebutkan oleh Ibnu
Katsir dalam tafsir surat An Nisa ayat 36)
Allah ta’ala berfirman :
1
|
Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh (An Nisa: 36)
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِاْلجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
[متفق عليه]
(Malaikat)
Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira
bahwa tetangga dapat mewariskan (tetangga lain)-nya (Muttafaq alaih)
Diantara
hak-hak tetangga terhadap tetangganya adalah berlaku baik kepadanya
semampu dia, baik berupa harta, kehormatan dan manfaat, Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خَيْرُ الْجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
[رواه الترمذي وقال حخيث حسن صحيح]
Sebaik-baik tetangga disisi Allah adalah yang paling baik terhadap tetangganya
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata haditsnya hasan gharib)
beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
[رواه مسلم]
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berlaku baik terhadap tetangganya (Riwayat Muslim)
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ [رواه مسلم]
Jika engkau memasak masakan berkuah maka banyakkanlah airnya dan bagilah tetanggamu
(Riwayat Muslim)
Termasuk
berbuat baik terhadap tetangga adalah memberikan hadiah kepadanya dalam
peristiva-peristiwa tertentu, karena hadiah dapat mendatangkan rasa
cinta dan menghapus permusuhan.
Termasuk
hak tetangga atas tetangganya adalah menahan perkataannya dan
perbuatannya dari perbuatan yang menyakitinya. Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda :
وَاللهِ
لاَ يُؤْمِنْ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنْ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنْ قَالُوا مَنْ
يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارَهُ بَوَائِقَهُ
-وَفيِ رِوَايَةٍ- لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارَهُ بَوَائِقَهُ [رواه البخاري]
Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman, demi Allah tidak beriman”, mereka bertanya “ Siapa yaa
Rasulullah ?“, beliau bersabda : “Yang tetangganya tidak aman dari
kejahatannya “ –dalam riwayat yang lain- “Tidak masuk syurga orang yang
tetangganya tidak aman dari kejahatannya (Bukhori)
Pada
zaman sekarang banyak orang yang tidak memperhatikan hak tetangga
sehingga tetangganya tidak aman dari keburukannya. Seringkali tampak
diantara mereka terjadi percekcokan dan sengketa serta pelecehan
terhadap hak-haknya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Semua itu
bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah ta’ala dan Rasul-Nya
dan dapat menyebabkan perpecahan serta ketidak harmonisan dikalangan
muslimin dan hilangnya penghormatan diantara mereka satu sama lain.
Hak Kesembilan: HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM
Hak
dalam masalah ini banyak sekali, diantaranya adalah apa yang disebutkan
dalam sebuah hadits shahih bahwa Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ
وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ وَإِذَا
عَطِسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ
فَاتَّبِعْهُ [رواه مسلم]
Hak
seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: Jika engkau menemuinya
maka berilah salam, dan jika dia mengundangmu maka penuhilah, jika dia
minta nasihat kepadamua berilah nasihat, jika dia bersin dan mengucapkan
hamdalah maka balaslah (dengan doa يَرْحَمُكَ الله ), jika dia sakit maka kunjungilah dan jika dia meninggal maka antarkanlah (ke kuburan) (Riwayat Muslim)
Dalam hadits diatas terdapat keterangan tentang beberapa hak diantara kaum muslimin:
Hak pertama: Mengucapkan salam.
Mengucapkan
salam adalah sunnah yang sangat dianjurkan, karena dia merupakan
penyebab tumbuhnya rasa cinta dan dekat dikalangan kaum muslimin
sebagaimana dapat disaksikan dan sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW:
وَاللهِ
لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى
تَحَابُوا أَفَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ
تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ [رواه مسلم]
Demi
Allah tidak akan masuk syurga hingga kalian beriman dan tidak beriman
hingga kalian saling mencintai, maukah kalian jika aku beritakan kepada
kalian sesuatu yang jika kalian praktekkan akan menumbuhkan rasa cinta
diantara kalian ?, Sebarkan salam diantara kalian (Riwayat Muslim)
Adalah
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam . yang selalu memulai salam
kepada siapa saja yang dia temui dan bahkan dia memberi salam kepada
anak-anak jika dia menemui mereka.
Sunnahnya
adalah yang kecil memberi salam kepada yang besar, yang sedikit memberi
salam kepada yang banyak, yang berkendaraan memberi salam kepada
pejalan kaki, akan tetapi jika yang lebih utama tidak juga memberikan
salam maka yang lainlah yang hendaknya memberikan salam agar sunnah
tersebut tidak hilang. Jika yang kecil tidak memberi salam maka yang
besar memberikan salam, jika yang sedikit tidak memberi salam maka yang
banyak memberi salam agar pahalanya tetap dapat diraih.
Ammar bin Yasir radiallahuanhu berkata: “
Ada tiga hal yang jika ketiganya diraih maka sempurnalah iman
seseorang: Jujur (dalam menilai) dirinya, memberi salam kepada khalayak
dan berinfaq saat kesulitan“ (Riwayat Muslim).
Jika
memulai salam hukumnya sunnah maka menjawabnya adalah fardhu kifayah,
jika sebagian melakukannya maka yang lain gugur kewajibannya. Misalnya
jika seseorang memberi salam atas sejumlah orang maka yang menjawabnya
hanya seorang maka yang lain gugur kewajibannya. Allah ta’ala berfirman :
وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيِّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا
[سورة النساء : 86]
Apabila
kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan
itu dengan yang lebih baik, atau balalaslah dengan yang serupa (An Nisa :86)
Tidak cukup menjawab salam dengan mengucapkan: “Ahlan Wasahlan“ saja, karena dia bukan termasuk “yang lebih baik darinya”, maka jika seseorang berkata : “Assalamualaikum”, maka jawablah: “Wa’alaikum salam”, jika dia berkata : “Ahlan”, maka jawablah : “Ahlan” juga, dan jika dia menambah ucapan selamatnya maka itu lebih utama.
Hak Kedua : Memenuhi undangan
Misalnya
seseorang mengundang anda untuk makan-makan atau lainnya maka penuhilah
dan memenuhi undangan adalah sunnah mu’akkadah dan hal itu dapat
menarik hati orang yang mengundang serta mendatangkan rasa cinta dan
kasih sayang. Dikecualikan dari hal tersebut adalah undangan perkawinan,
sebab memenuhi undangan tersebut adalah wajib dengan syarat-syarat yang
telah dikenal [1]).
Rasulullah e bersabda :
وَمَنْ لاَ يُجِبْ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ [رواه البخاري ومسلم]
Dan siapa yang tidak memenuhi (undangannya) maka dia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hadits Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam . :“Jika seseorang mengundangmu maka penuhilah” termasuk
juga undangan untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Karena anda
diperintahkan untuk menjawabnya, maka jika dia memohon kepada anda agar
anda menolongnya untuk membawa sesuatu misalnya atau membuang sesuatu,
maka anda diperintahkan untuk menolongnya, berdasarkan hadits Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam :
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً [رواه البخاري ومسلم]
Setiap mu’min satu sama lainnya bagaikan bangunan yang saling menopang
(Riwayat Bukhori dan Muslim).
Hak ketiga : Jika dia meminta nasihat maka penuhilah.
Yaitu jika seseorang datang meminta
nasihat kepadamu dalam suatu masalah maka nasihatilah karena hal itu
termasuk agama sebagaimana hadits Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam .:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَِئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ [رواه مسلم]
Agama adalah nasihat: Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada para pemimpin kaum muslimin serta rakyat pada umumnya
(Riwayat Muslim)
Adapun jika seseorang datang kepadamu tidak untuk meminta nasihat namun pada dirinya terdapat bahaya
atau perbuatan dosa yang akan dilakukannya maka wajib baginya untuk
menasihatinya walaupun perbuatan tersebut tidak diarahkan kepadanya,
karena hal tersebut termasuk menghilangkan bahaya dan kemunkaran dari
kaum muslimin. Adapun jika tidak terdapat bahaya dalam dirinya dan tidak
ada dosa padanya dan dia melihat bahwa hal lainnya (selain nasihat)
lebih bermanfaat maka tidak perlu menasihatinya kecuali jika dia meminta
nasihat kepadanya maka saat itu wajib baginya menasihatinya.
Hak keempat : Jika dia bersin lalu mengucapkan “Al Hamdulillah” maka jawablah dengan ucapan : “Yarhamukallah”.
Sebagai
rasa syukur kepadanya yang memuji Allah saat bersin, adapun jika dia
bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah maka dia tidak berhak untuk
diberikan ucapan tersebut, dan itulah balasan bagi orang yang bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah.
Menjawab orang yang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang mengucapkan “Yarhamkallah” dengan ucapan “Yahdikumullah wa yuslih balakum”, dan jika seseorang bersin terus menerus lebih dari tiga kali maka keempat kalinya ucapkanlah “Aafakallah/ عَافَاكَ الله “ ( Semoga Allah menyembuhkan anda ) sebagai ganti dari ucapan “Yarhamkallah “.
Hak kelima : Membesuknya jika dia sakit.
Hal
ini merupakan hak orang sakit dan kewajiban saudara-saudaranya seiman,
apalagi jika yang sakit memiliki kekerabatan, teman dan tetangga maka
membesuknya sangat dianjurkan.
Cara
membesuk sangat tergantung orang yang sakit dan penyakitnya. Kadang
kondisinya menuntut untuk sering dikunjungi, maka yang utama adalah
memperhatikan keadaannya. Disunnahkan bagi yang membesuk orang sakit
untuk menanyakan keadaannya, mendoakannya serta menghiburnya dan
memberinya harapan karena hal tersebut merupakan sebab yang paling besar
mendatangkan kesembuhan dan kesehatan. Layak juga untuk mengingatkannya
akan taubat dengan cara yang tidak menakutkannya, misalnya seperti
berkata kepadanya : “Sesunnguhnya
sakit yang engkau derita sekarang ini mendatangkan kebaikan, karena
penyakit dapat berfungsi menghapus dosa dan kesalahan dan dengan kondisi
yang tidak dapat kemana-mana engkau dapat meraih pahala yang banyak,
dengan membaca zikir, istighfar dan berdoa”.
Hak keenam: Mengantarkan jenazahnya jika meninggal.
Hal
ini juga merupakan hak seorang muslim atas saudaranya dan didalamnya
terdapat pahala yang besar. Terdapat riwayat dari Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam bahwa dia bersabda :
Siapa
yang mengantarkan jenazah hingga menshalatkannya maka baginya pahala
satu qhirath, dan siapa yang mengantarkannya hingga dimakamkan maka
baginya pahala dua qhirath”, beliau ditanya : “Apakah yang dimaksud
qhirath ?”, beliau menjawab: “Bagaikan dua gunung yang besar “
(Riwayat Bukhori dan Muslim).
Hak Ketujuh : Tidak menyakiti saudaranya
Termasuk
hak muslim kepada muslim yang lainnya adalah menahan diri untuk tidak
menyakitinya, karena menyakiti kaum muslimin adalah dosa yang sangat
besar. Allah ta’ala berfirman :
ا
|
Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata (Al Ahzab: 58)
Dan
pada umumnya siapa yang melakukan perbuatan yang menyakitkan saudaranya
maka Allah akan membalasnya di dunia sebelum dibalas di akhirat.
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ
تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً ،
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُخْذلُهُ وَلاَ
يَحْقِرُهُ بِحَسَبٍ امْرِئٍ مِنَ
الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمُ كُلُّ الْمُسْلِمُ عَلَى
الْمُسْلِمُ حَرَامٌ : دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ . [رواه مسلم]
Janganlah
kalian saling membenci dan saling membelakangi, tapi jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara bagi
muslim lainnya, dia tidak menzaliminya, tidak menelantarkannya dan tidak
menghinanya. Cukup bagi seseorang dikatakan (berperangai) buruk jika
dia menghina saudaranya. Setiap muslim atas muslim yang lainnya
diharam-kan; darahnya, hartanya dan kehormatannya
(Riwayat Muslim)
Hak-hak muslim atas saudaranya yang muslim banyak sekali, akan tetapi kita dapat menyimpulkan semua itu dalam sebuah hadits Rasulullah SAW:
المْسُلْمِ أًخُو الْمُسْلِمِ
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya
Jika
seseorang mewujudkan sikap ukhuwwah terhadap saudaranya maka dia akan
berusaha untuk mendatangkan kebaikan kepada semua saudaranya serta menghindar dari semua perbuatan yang menyakitkannya.
Hak Kesepuluh: HAK NON MUSLIM
Non muslim berarti mencakup semua orang kafir, mereka terbagi menjadi empat bagian : Harbi (kafir yang memerangi kamu muslimin), musta’min (kafir yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin), mu’ahid (Kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin) dan dzimmi (Kafir yang berada dibawah kekuasaan dan perlindungan kaum muslimin).
Terhadap kafir harbi maka kaum muslimin tidak memiliki kewajiban atas mereka, baik berupa perlindungan ataupun pengawasan.
Terhadap kafir musta’min
maka kaum muslim wajib melindungi mereka pada waktu dan tempat yang
telah ditentukan untuk memberikan keamanan kepada mereka. Berdasarkan
firman Allah ta’ala :
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ ثُـمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَــنَهُ [ سورة التوبة : 6 ]
1
|
(At Taubah: 6)
Terhadap kafir mu’ahid maka kita wajib melaksanakan perjanjian yang telah kita sepakati kepada mereka selama
mereka juga konsisten kepada kita dalam perjanjian tersebut, tidak
menguranginya dan tidak membantu seorangpun untuk mencelakakan kita dan
tidak melecehkan agama kita, berdasarkan firman Allah ta’ala :
1
|
Kecuali
orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan
mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu
dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka
terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa (At -Taubah 4)
ا
|
ا
|
ا
|
Jika
mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mdreka berjanji, dan mereka
mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir
itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat
dipegang janjinya
(At Taubah 12)
Adapun
terhadap orang-orang dzimmi maka mereka adalah merupakan golongan yang
paling banyak hak dan kewajibannya. Hal tersebut karena mereka hidup di
negri kaum muslimin dan di bawah perlindungan dan pengawasannya sesuai
dengan jizyah (upeti ) yang mereka bayar.
Wajib
bagi pemerintahan muslim untuk memerintah mereka dengan hukum Islam
baik dalam urusan jiwanya, hartanya dan kehormatan-nya juga (wajib)
dilaksanakan hudud atas mereka yang melakukan tindak kriminalitas. Wajib
pula melindungi mereka serta menjauhkan perbuatan yang menyakiti
mereka.
Juga
wajib membedakan mereka dari kaum muslimin dalam masalah pakaian dan
tidak boleh bagi mereka menampakkan syi’ar-syi’ar agama mereka seperti
lonceng atau salib.
Hukum-hukum
yang berkaitan dengan ahli dzimmah banyak terdapat dalam kitab-kitab
para ulama dan kami tidak membahasnya lebih panjang lagi.
والحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين,,,
Catatan:
Mengerjakan
hak-hak ini merupakan salah satu sebab tumbuhnya kecintaan antara kaum
muslimin serta dapat menghilangkan permusuhan dan pertikaian diantara
mereka sebagaimana perbuatan-perbuatan tersebut dapat menjadi sebab
terhapusnya keburukan dan berlipat gandanya kebaikan serta terangkatnya
derajat. Semoga Allah ta’ala memberi taufiq bagi kaum muslimin untuk
mengamalkannya. Wallahu a’lam.
1) 1. Dilakukan pada hari pertam` 2. Pengundangnya adalah orang muslim,
3. Pengundangnya bukan orang yang sedang diisolir (karena melanggar
ajaran Islam) 4. Undanganya langsung diarahkan (dikhususkan) kepada yang
bersangkutan 5. Mata pencaharian pengundang halal, 6.Tidak Terdapat
kemunkaran yang tidak dapat dia hilangkan.
(Al Salsabil Fi Ma’rifati Ad Dalil, hal. 735)
0 comments:
Post a Comment