adalah hak-hak yang dimiliki setiap
manusia tanpa memandang perbedaan ras, wama kulit, gender, bahasa,
agama, politik atau pendapat lainnya. HAM secara hukum dijamin dengan
hukum HAM yang melindungi individu-individu atau kelompok dari
tindakan-tindakan yang melanggar kebebasan dasar serta harkat dan
martabat manusia. Hukum HAM satu diantaranya adalah Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia tahun 1948 yang dihasilkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam hal penegakan HAM Pemerintah Indonesia juga
memiliki hukum HAM diantaranya adalah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan
HAM. Selain itu Pemerintah juga te1ah meratifikasi beberapa instrumen
HAM internasional diantaranya adalah Konvensi Tentang Hak Politik Kaum
Perempuan yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 68 Tahun 1958.
Ratifikasi adalah ungkapan resmi dari sebuah Negara untuk tunduk tanpa
paksaan atas isi kesepakatan. Tanggal 17 Juli 1998, dalam Konferensi
Diplomatik PBB telah dihasilkan satu langkah penting dalam penegakan HAM
yaitu disetujuinya Statuta Roma, yaitu sebuah perjanjian untuk
membentuk Mahkamah Pidana Intemasional (International Criminal Court)
untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai
kekebalan hukum. Dari 148 negara peserta konferensi yang. ikut saat itu
sebanyak 120 negara mendukung, 7 menentang dan 21 abstain. Ada empat
jenis tindak pelanggaran serius yang diatur dalam Statuta Roma, yaitu:
1. Genosida 2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan 3. Kejahatan Perang 4.
Kejahatan Agresi Meskipun Mahkamah Pidana Internasional telah terbentuk
dan didukung banyak negara namun Pemerintah Indonesia hingga saat ini
belum juga tergerak untuk meratifikasi Statuta Roma tersebut, padahal
Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih dipandang sebagai negara yang
lemah dalam penegakan HAM baik dalam pandangan masyarakat internasional
maupun masyarakat Indonesia sendiri. Banyaknya kasus-kasus pelanggaran
HAM berat di tanah air seperti kasus Aceh. kasus Timor-timur, kasus
Trisakti dan sebagainya hingga kini penyelesaiannya masih belum
memuaskan. Hal yang sering dijadikan alasan Pemerintah untuk menolak
Ratifikasi Statuta Roma adalah Mahkamah Pidana Internasional akan
menggerogoti kedaulatan Negara. Padahal Mahkamah Pidana Internasional
memiliki prinsip Komplementaritas, yakni pengadilan intemasional
hanyalah sebagai pelengkap bagi sistem pengadilan nasional apabila
pengadilan nasional tidak mampu atau tidak mau mengadili tersangka.
Selain itu apabila Pemerintah Indonesia mau meratifikasi Statuta Roma
secara politis akan menguntungkan Indonesia karena Indonesia terlihat
cukup serius dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM. Pada akhimya
kepercayaan dunia intemasional terhadap peradilan di Indonesia juga akan
pulih.
0 comments:
Post a Comment