1. Membaca puisi sebagai Apresiasi Puisi
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation)
mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat,
pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian
(Hornby dalam Sayuti, 1985:2002). Sementara itu, Effendi (1973: 18)
menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah menggauli cipta sastra dengan
sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
Pada
dasarnya, kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi.
Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha
mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi
penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua
aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya,
irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh
media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk
merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang.
Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang
dibacanya Setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca
dapat membaca puisi.
Karena
kata “membacakan” mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan sesuatu
pekerjaan untuk orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan
isi harus dilakukan dengan total agar apresiasi pembaca terhadap makna
dalam puisi dapat tersampaikan dengan baik kepada pendengar. Makna yang
telah didapatkan dari hasil apresiasi diungkapkan kembali melalui
kegiatan membaca puisi. Dapat pula dikatakan sebagai suatu kegiatan
transformasi dari apresiasi pembaca dengan karakter pembacaannya,
termasuk ekspresi terhadap penonton.
2. Faktor-faktor Penting dalam Membaca puisi
Setiap
bentuk dan gaya baca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah,
gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan
gerakan tersebut harus memperhatikan (1) jenis acara: pertunjukkan,
pembuka acara resmi, performance-art, dll, (2) pencarian jenis puisi
yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan,
perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan,
kemanusiaan, dll, (3) pemahaman puisi yang utuh, (4) pemilihan bentuk
dan gaya baca puisi, (5) tempat acara: indoor atau outdoor, (6) audien,
(7) kualitas komunikasi, (8) totalitas performansi: penghayatan,
ekspresi, (9) kualitas vokal, (10) kesesuaian gerak, dan (11) jika
menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan (a)
pemilihan kostum yang tepat, (b) penggunaan properti yang efektif dan
efisien, (c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi, (d) musik yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi
3. Bentuk dan Gaya dalam Membaca puisi
Suwignyo
(2005) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan
mejadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal.
3.1. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri
khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya
pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca
puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3)
berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika
pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan
puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan.
Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan
dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah
dilakukan.
Jika
pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan
puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah,
menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat
alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir:
tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan,
dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1)
membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat
katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata
tertentu.
Jika
pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan
bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih
sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara
bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan
seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil
sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri
dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan
mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak
adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari
gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1)
membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat
katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata
tertentu.
3.2. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri
khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah
lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi,
teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat
dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk,
dan bergerak.
Jika
deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka
pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal,
menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat
ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan
mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir:
tersenyumm, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan,
dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan
cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan
lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata
tertentu.
Jika
deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan
bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih
posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi mriing dan badan
agak membungkuk, Dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi:
menatap dan menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1)
mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2)
wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat
bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki
dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan
dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca
dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi
kata-kata tertentu.
3.3. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal
Ciri
khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas
ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting,
musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan
gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona.
Ekspresi
jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata.
Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan.
Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan.
Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan
sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakukan pembaca seperti
menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas
diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi
harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.
Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.
Sumber : http://endonesa.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment