Arti Dan Hakikat Kebudayaan
Bab I
Pendahuluan
Budaya menurut bahasa ialah buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Dalam Islam, istilah budaya disebut dengan adab. Islam telah
menggariskan adab-adab Islami yang mengatur etika dan norma-norma
pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah melalui wahyu kepada
Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan
Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam
hal etika dan adab ini.
Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “.
Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman.
Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri,
berasal dari agama.
Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan manusia yang tidak
bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab yang ada sebelum
datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang budaya-budaya yang mengandung unsur syirik, seperti pemujaan
terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan
dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, silakan melakukannya. Namun jika bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan selain Allah, maka budaya seperti itu hukumnya haram.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, silakan melakukannya. Namun jika bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan selain Allah, maka budaya seperti itu hukumnya haram.
Bab II
Arti dan Hakikat Kebudayaan
Budaya menurut bahasa ialah buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “
kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi )
manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi
mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak,
kesenian , ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai
warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai
tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut
menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas.
Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek :
1. Kehidupan Spritual
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana (
candi, patung nenek moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan,
alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti
upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )
2. Bahasa dan Kesustraan
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel.
3. Kesenian
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts
dan performing arts, yang mencakup ; seni rupa (melukis), seni
pertunjukan (tari, musik,) Seni Teater (wayang) Seni Arsitektur
(rumah,bangunan , perahu).
4. Sejarah
5. Ilmu Pengetahuan
Aspek ilmu pengetahuan meliputi scince (ilmu-ilmu eksakta) dan humanities (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).
Dalam Islam, istilah budaya disebut dengan adab. Islam telah
menggariskan adab-adab Islami yang mengatur etika dan norma-norma
pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah melalui wahyu kepada
Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan
Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam
hal etika dan adab ini.
Bab III
Hubungan Islam dan Budaya
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk
berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan
karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian,
dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi.
Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya
“Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara
agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan
hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi.
Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan,
sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa
ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah
satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan
bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan
yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol
agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai
hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka
hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan
yang ada.
Di sinilah, bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia.
Berbagai tingkah laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah
diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci, melainkan oleh interpretasi
mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan
mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara
agama dan kebudayaan. Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan
sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan
bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel.
Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa
kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok
ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu
sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya
dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur
penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam
tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As Sajdah
7-9 :
7. Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
8. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
9. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang
bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja,
karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau
Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api.
Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari
unsur dua makhluk tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua
pembisik ; pembisik dari malaikat , sebagai aplikasi dari unsur ruh yang
ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur
tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling
bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan
perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika
manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi
ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain
memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran,
penglihatan dan hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar
manusia mampu menggunakan kenikmatan tersebut untuk beribadat dan
berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan
untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini,
Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama
adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu
suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing
karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai
positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya
untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang
diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah
berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu
waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini,
mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari
agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang
dinyatakan Hegel di atas.
Bab IV
Pandangan Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur
dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan
seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan
budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar
dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam
kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan
yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan
berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya
bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan
bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum.
Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada
hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya,
keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100
gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak
menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita.
Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia,
ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di
dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak
boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis
oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar
agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu
muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu
masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan
seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang
wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam
Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,
kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling
jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan
cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “
talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan
telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi
bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain
adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh
Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi
isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu
upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah
dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai
bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada
penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan
budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “
tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung
lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan
digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau
lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam
jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa
dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan
meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan
untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang
dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “
Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada
Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul
yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan (
Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang
bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan
mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan
kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan,
serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia,
sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat
kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta
untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah
meninggal dunia. [1]
Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan manusia yang tidak
bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab yang ada sebelum
datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang budaya-budaya yang mengandung unsur syirik, seperti pemujaan
terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan
dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, silakan melakukannya. Namun jika bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan selain Allah, maka budaya seperti itu hukumnya haram.[2]
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, silakan melakukannya. Namun jika bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan selain Allah, maka budaya seperti itu hukumnya haram.[2]
0 comments:
Post a Comment